A. Sudiarja SJ
Anda tentunya masih ingat apa yang disabdakan Yesus dalam Injil : “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (Mt.5,3). Meski pun kita menerima sabda itu, namun kebanyakan akan bertanya-tanya, apa maksud yang sesungguhnya dari sabda tersebut. Mengapa? Karena kecenderungan manusia adalah ingin kaya dan tetap bahagia. Mengapa Yesus memperlihatkan bahwa jalan kebahagiaan bukan melalui kekayaan melainkan kemiskinan? Bagaimana sabda itu mesti dicerna?
Seperti judul salah satu buku yang pernah diterbitkan Kanisius beberapa tahun yang lalu, ditulis oleh anak-anak Talenta, “muda berfoya-foya, tua menjadi kaya, mati masuk surga.” Itulah, tampaknya yang menjadi dambaan anak-anak remaja zaman sekarang. Dalam pikiran mereka muncul moto yang lazim, “hidup hanya sekali, janganlah masa remaja disia-siakan”. Mereka ingin merasakan kebebasan, memperoleh pengalaman baru, petualangan, kadang dengan menempuh resiko. Meski pun demikian, mereka tak ingin lupa bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah keselamatan abadi, bersatu dengan Tuhan di surga. Akan tetapi apakah kedua keinginan itu dapat dipertemukan? Itulah tantangan yang rupanya mau direfleksikan oleh anak-anak remaja gereja kita dalam buku itu. Supaya tidak ketinggalan zaman, supaya tetap nge-trend, supaya mengenal dunia ini, supaya bahagia, anak remaja zaman ini merasa butuh untuk bisa bergaul luas, banyak teman, pamer pakaian mode terbaru, mendengarkan musik pop top tens, tidak ketinggalan mengikuti isu dan gossip para selebritis, nonton bioskop dan jajan di Macdonald atau KFC. Pendeknya ikut gaya hidup yang lazim di kota-kota modern. Semuanya ini meniru gaya Amerika, saya kira, model gaya hidup yang paling modern.
Ketika saya melihat-lihat di toko buku Gramedia, mata saya tertarik pada sebuah judul buku yang provokatif : “Menjadi Kaya & tetap Bahagia.” Nah ini lagi! Buku karangan Napoleon Hill, yang kiranya dimaksudkan pengarang untuk dibaca orang-orang zaman sekarang. Tetapi buku ini lebih untuk orang dewasa daripada anak remaja, atau setidaknya anak remaja yang mau menjadi dewasa. Ada sub judul tertulis disitu : “Hukum-hukum kesuksesan”. Dan seperti bisa ditebak dari anak judul tersebut, buku itu memang menjelaskan bagaimana orang bisa mencapai kesuksesan dalam banyak hal. Penulis, yang konon banyak belajar dari Andrew Carnegie ini, mengutarakan pengalaman pribadinya, hidupnya, saat-saat ia pernah merasa putus asa dan memperoleh inspirasi untuk bangkit dari kegagalan dari perkenalannya dengan banyak orang. Akan tetapi kiat-kiat yang ditawarkan ternyata bukan hanya menyangkut kegiatan bisnes seperti saya tangkap dari judul buku itu, melainkan lebih luas dan lebih pribadi, meski pun bisa juga diterapkan untuk kegiatan bisnes.
Penulis misalnya menceriterakan pengalaman dengan ibu tirinya, yang semula ia duga jahat, sebagaimana ibu tiri pada umumnya. Ketika ayahnya memperkenalkan dia dengannya, ia mendapatkan yang sebaliknya. Pertama kali dalam hidupnya, penulis memperoleh pujian mengenai wataknya. Dan ini menggugah dia untuk mengembangkan bakat menulisnya. Dengan banyak contoh lain yang menarik, penulis ingin mengemukakan bahwa dalam hidup kita banyak hal dapat kita pelajari untuk membina sikap dan mental yang mendukung kemajuan. Tidak ada kata putus asa, betapa pun sulit persoalan yang bisa dihadapi dalam kehidupan ini. Semuanya bisa diatasi dengan menumbuhkan perasaan optimis, gembira dan penuh syukur. Penting baginya menjaga selalu perasaan gembira dan ketenangan batin.
Penulis banyak buku, Napoleon Hill, juga menyatakan pernah menjadi penasehat tiga orang preside Amerika: William Howard Taft, Woodrow Wilson dan Franlin D. Roosevelt, dan juga Manuel L. Quezon, presiden Filipina yang pertama dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Kalau filsafat biasanya dipahami sebagai pengetahuan tentang kebijaksanaan dan pemahaman dunia, dan diterangkan dengan istilah-istilah khusus yang sukar ditangkap, maka Napoleon Hill ingin menjelaskan bahwa filsafat adalah kebijakan praktis yang kita anut untuk dapat memperoleh sukses dan merasakan bahagia. Di dalam buku itu, selain pengalaman yang konkrit, ia juga memberikan patokan-patokan yang perlu diperhatikan. Jangan beranggapan bahwa Anda tak dapat melakukannya! Kemalangan? Itu adalah perangsang untuk bekerja lebih baik, jangan berputus asa! Kesadaran untuk mencapai sukses menyebabkan semuanya berjalan dengan cepat dan effektif. Ketahanan batin di dalam diri Anda dan lain sebagaiya.
Jadi apakah Anda ingin menjadi kaya dan tetap bahagia? Menjadi kaya rupanya merupakan salah satu tujuan hidup manusia. Juga dalam tradisi Hindu kuno ada kitab Artha Sastra selain Dharma Sastra dan Kama Sastra. Memang banyak orang ingin menjadi kaya, dengan bermacam-macam cara, dengan menambah beban kerja, dengan mereka-reka lemburan, ada juga yang dengan cara-cara yang tidak benar. Penerbit buku Napoleon Hill memperingatkan, “banyak orang kaya tetapi menderita. Lewat buku ini Napoleon Hill memberikan kunci sukses kaya dan tetap bahagia.”
Apakah memang kita ingin kaya? Atau apakah kekayaan memang menjadi tujuan hidup kita? Tendensi masyarakat kita dewasa ini memang materialistik. Seluruh kemajuan pengetahuan dan tehnologi, tampaknya mengarah pada peningkatan hidup kita, agar menjadi semakin enak dan ringan. Pengetahuan dan tehnologi memberi fasilitas untuk meningkatkan hidup sehat, pikiran waras dan gembira, hubungan antar sesama harmonis. Kemajuan-kemajuan ini bisa kita saksikan dalam sejarah. Kehidupan manusia zaman dahulu tampak sangat sukar dan penuh penderitaan dibandingkan dengan kehidupan zaman sekarang. Mereka harus menghadapi kekuatan alam yang seolah di luar kuasanya. Tetapi sekarang, ternyata kekuatan alam bisa ditaklukkan dan diatur untuk kepentingan manusia. Manusia bisa memperpanjang hidupnya dengan menghemat waktunya, sehingga dapat memperbanyak kegiatan dan kreativitasnya.
Namun dibalik kemajuan-kemajuan itu, kita juga menyaksikan bahwa penderitaan tak pernah lenyap dari dunia ini. Kemiskinan relatif tidak hilang, malah semakin meningkat dan meluas kalau kita pandang dalam perbandingannya dengan yang kaya. Penyakit tidak berkurang, baik jenisnya mau pun keparahannya. Dan ironisnya, kemajuan-kemajuan pengetahuan dan tehnologi ternyata juga menyumbang dalam keburukan-keburukan ini: polusi alam di segala wilayah, penciptaan senjata-senjata pemusnah, taktik dan politik yang makin kejam, terorisme dan dendam. Mau apa lagi? Dimanakah kemajuan itu? Apakah arti dan makan kemajuan dan kekayaan harus direlativir lagi dan kembali pada kebijakan lama : “ana dina ana upo” yang penting tidak kekurangan?
Kehidupan modern memang menawarkan banyak kemungkinan baik untuk menjadi kaya mau pun menjadi bahagia. Dan buku Napoleon Hill bisa memberi inspirasi, bagaimana menjadi kaya dan tetap bahagia, tidak hanya dengan nasehat-nasehat saleh atau muluk, tetapi rupanya dengan memperhatikan juga sifat-sifat dasar manusia yang sudah difahaminya dari pengalaman dan bagaimana mengelola sifat-sifat dasar tersebut untuk tujuan itu. Sifat-sifat dasar yang baik : perasaan cinta, perasaan seksual, keinginan untuk memperoleh harta, keinginan untuk melindungi diri, keinginan untuk bebas berpikir dan bertindak, keinginan untuk menyatakan pendapat pribadi, keinginan untuk mengekalkan hidup setelah mati. Dan sifat-sifat dasar yang buruk : perasaan marah dan ingin membalas dendam, perasaan takut.
Satu hal yang tidak saya temukan dalam buku Napoleon Hill, inspirasi dari agama, dari iman, dari Kitab Suci. Meski pun Hill menghargai amal sebagai salah satu perbuatan yang terpuji, namun hal itu penting dalam kaitan dan hubungan dengan sesama manusia saja. Kontras dengan buku ini, adalah buku-buku rohani semacam yang ditulis oleh Graham Green, yang semata-mata mengandalkan inspirasi keagamaan. Jadi, masihkan Anda ingin menjadi kaya dan tentu saja tetap bahagia? Apakah itu mungkin? Ya, mungkin saja! Itulah justru yang ingin ditawarkan oleh penulis buku tesebut. Jangan putus asa, sebelum membaca! Tetapi bagaimana harus dipertemukan dengan renungan tentang kemiskinan yang disabdakan Yesus seperti dikutip di depan? Ya, silahkan merenungkannya sendiri sebagai tugas Anda! Tugas kita semua!***